Gue tergugah nulis di postingan ini karena banyak orang-orang di facebook yang mengeluhkan acara televisi dan menjudge secara satu sisi kalau acara televisi nggak mendidik dan itu salahnya stasiun-stasiun televisi. Gue setuju, gue lebih senang acara-acara televisi di periode 90-2000an awal dimana slot acara yang pantas untuk di tonton anak-anak lebih banyak. Sekarang, kata orang sih stasiun televisi lebih mementingkan share dan rating. Lalu, apakah kita sadar siapa yang menciptakan share dan rating tersebut? Iya, masyarakat. Banyaknya drama Turki sama sinetron-sinetron bertemakan manusia jadi-jadian yang sekarang muncul pun berkat andil mayoritas masyarakat yang nonton, akibatnya semua pada latah. Memang benar awalnya ada penggiringan di sana untuk menyukai genre tertentu, tapi kan kalau yang mau di giring banyak yang nolak alias nggak di tonton juga nggak mungkin bisa latah gitu.
Sebenarnya, itu bukan jadi hal yang mengherankan karena dulu juga televisi kita dibanjiri dengan banyaknya telenovela. Kartun-kartun yang bertebaran juga bisa jadi karena imbas share dan rating lantaran peminat anak-anak nya banyak. Gue dan teman-teman penulis yang berkecimpung di dalam sana pun mau nggak mau mengikuti selera masyarakat yang sekarang cenderung banyak penonton remaja. Kenapa penulis yang biasa nulis cerita sama skenario nggak pada mogok kerja aja kalau gitu? Yaelah, penulis kan manusia juga, butuh uang. Iya kalau ada sumber penghasilan dari bidang lain, kalau nggak? Pasti aja deh ada penulis yang ngambil job kalau ada kesempatan, yang penting kan uangnya di dapat bukan dari hasil merugikan orang lain kayak koruptor. Terus, kenapa stasiun televisi nggak membuat sinetron seperti dulu sinetron Keluarga Cemara aja? Kan bagus tuh, mendidik. Sudah pernah kok di salah satu stasiun televisi, tapi ratingnya jelek! Jadi pihak stasiun cenderung men-cut sinetron yang seperti itu. Yang jadi pertanyaan gue, kenapa di saat sinetron yang katanya mendidik itu muncul, nggak ada remaja yang nonton? Kemana para orangtua yang seharusnya mengajak anaknya nonton bareng mereka itu? Dulu, waktu jamannya sinetron Si Doel Anak Sekolahan sama Keluarga Cemara, gue sama keluarga gue nonton bareng terus. Kadang nonton sinetron Saras 008 sama Panji Manusia milenium juga. Sekarang? Apakah para orangtua terlalu sibuk cari uang sehingga melupakan kebersamaan dengan anaknya?
Menurut gue, sekarang tayangan juga cukup bervariasi kok. Pengetahuan untuk anak kan juga ada tuh kayak si bolang atau laptop si unyil. Kartun Indonesia di Indosiar juga gue lihat pada bermunculan. FTV yang awalnya cuman kita kenal romance komedi aja, sekarang juga ada genre religi nya sama humanis. So, sebenarnya banyak kok alternatif tontonan, cuman gue menyadari mungkin jam nya aja yang terkadang kurang tepat. Nah, berhubung gue nulis untuk ftv yang ada di sctv, bukannya gue membela sctv sih, tapi jam tayang ftv yang ada di sctv menurut gue sudah benar. FTV sctv tuh temanya romance komedi dan di putar pukul 10.00, 14.30 sama 23.00. Kalau kata gue sih itu sudah tepat jam-jamnya anak sekolah biar mengurangi nonton ftv dengan genre tersebut. Yah, paling bisa nonton yang setengah tiga siang aja, itu pun kalau mereka nggak tidur siang atau les. Untuk ftv yang jam sebelas malam, biar nggak di tonton sama anak sekolahan ya sekali lagi tugas orangtua dong yang memantau biar nggak tidur kemalaman. Lebih fokus ke genre romance, kenapa sekarang remaja pada suka galau dan sukanya nonton romance komedi? Karena itulah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka. Suka sama cowok, cowoknya di rebut sahabatnya sendiri, cinta bertepuk sebelah tangan dan lainnya tuh semua lekat dalam kehidupan remaja. Di sekolah, pergaulan sampai ke pelopor film-film drama Korea, itulah cikal bakal kegalauan!
Intinya, bersikaplah bijaksana dalam menyikapi tayangan televisi. Janganlah menganggap semua tanggungjawab stasiun televisi, para orangtua juga harus membimbing anak-anaknya untuk memilih tayangan yang sesuai. Kalau pun kurang sesuai, orangtua bisa menjelaskan ke anak-anaknya mana adegan yang harus di contoh dan mana yang nggak. Yaaa, sama aja lah kayak masalah-masalah yang ada di Indonesia, apakah semuanya mesti pemerintah, apa-apa salah pemerintah? Contoh kecil aja sampah yang ada dimana-mana sehingga menyebabkan banjir, terus apa itu sepenuhnya salah pemerintah? Dimana-mana, kalau mau maju, semua elemen harus aktif. Yuk, para orangtua, luangkanlah waktu untuk nonton televisi bareng anak-anak nya.
Salah konsumennya. Acara televisi yg ga mendidik itu laris manis karena ada mengkonsumsinya kan?
ReplyDeleteTah, kitu kang.. :D
DeleteSaya sependapat juga. Dan jangan salahkan pihak PH, apalagi penulisnya. Kan kita butuh makan, cyiiin. Hahaha
Deleteya banyak faktor sih memang klo urusan ini. yah gue sendiri jarang nyalain tipi jadinya memang kurang apdet ada acara apaan. tapi bener tuh bimbingan dari pihak orang tua emang kudu kenceng karna filternya anak terhadap acara tipi yah gamungkin KPI ato stasiun tivinya toh harus dari orangtuanya sendiri.
ReplyDeleteIya Mas, sayangnya orangtua sekarang sedikit sekali yang sadar akan pentingnya menemani anak / remaja dalam menonton televisi.
Deletebookmarked!!, I love your website ()!
ReplyDeleteklo kata guru gue. tivi punya acara apa aja terserah dia. kan yg pegang remotnya kita...
ReplyDeleteHo'oh, masalahnya yang pegang remot gimana nih attitude nya menyikapi setiap tayangan yang ada ya mbak. ahay..
DeleteWah curahan hati ana TV nih. Kalau menurut gue gak bisa disalahin dari satu pihak (customer) aja. Analoginya mungkin sama kayak angkot yang berhenti sembarangan gara-gara penumpang nunggu angkotnya di tempat sembarangan. Hueheheh. Anyway, ajak nulis skrip bisa kali feb. \:p/
ReplyDeleteSkrip gimane, orang gw baru nulis sinopsisnya doang kok.. :D
DeleteIya kan sama ajaaaaa. Itu kalo sinopsis doang ngajuinnya ke mana sih feb? Kayaknya dulu sempet di share ya di blog ini?
DeleteDM gw aja di twitter atau PM di facebook.. :D
Deletesaya jarang nonton tv jadi kagak tau dah...
ReplyDeleteTelevisi menjadikan mental masyarakat Indonesia tak karuan!
ReplyDeletesebaiknya sinetron yang diliris di media film di Indonesia diubah menjadi film-film yang bermanfaat serta membangun saja..
BisnisDay.Com