Banyak orang di zaman sekarang yang pengin jadi penulis. Perkembangan keinginan jadi penulis lebih banyak dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, gue nggak tahu kenapa itu bisa terjadi. Nah, biasanya sih orang pengin jadi penulis karena kerjaannya tuh enak, kita cuman tinggal nulis, terus uang masuk deh. Kenyataannya, nggak seperti itu, jadi penulis tuh berat bro! Bayangkan, untuk sebuah novel misalnya, kita harus menulis minimal 70 halaman, tapi honornya cuman 10% dari penjualan. Iya kalau buku nya laku berat, kalau nggak? Bahkan untuk beli gorengan aja cuman dapet berapa biji. Ada juga motivasi berkarya adalah alasan orang untuk nulis buku. Kalau itu, biasanya orang nggak memikirkan uang, yang penting karya nya ada di toko buku. Sayangnya, penerbit mayor kita sekarang membatasi genre. Sekarang, yang lagi booming itu genre romance dan komedi lihat aja di toko buku persentase buku dengan genre itu lebih banyak, di susul kemudian genre horor/thriller. Penerbit, tetap melihat pasar, padahal banyak orang Indonesia yang gemar menulis genre fantasi juga lho semacam Harry Potter, Narnia, The Hunger Games, dll. Untuk genre fantasi, penerbit masih lebih suka menterjemahkan dari buku luar, sedikit sekali novel fantasi yang berasal dari orang Indonesia, kalau dibandingkan sama genre lain persentase nya jauh banget. Makanya, sekarang jalur indie banyak jadi pilihan untuk menyalurkan passion dan idealisme, tapi kelemahan jalur ini kita harus membayar. Penulis buku itu berat, kita harus mengikuti pasar, setelah mengikuti pasar pun belum tentu tulisan kita di terima penerbit, setelah itu belum tentu penerbit kita amanah dengan melaporkan hasil penjualan yang sebenarnya. Coba, siapa yang tahu berapa banyak buku kita yang terjual dari toko buku di seluruh Indonesia? Yakin semua penerbit melaporkan hasil penjualan buku kita yang sebenarnya tanpa dikurangi? Belum tentu semua penerbit amanah, bukan berarti nggak ada penerbit yang amanah lho ya. Makanya dalam hal ini, kita harus survey dulu penerbit mana yang sekiranya jujur. Kalau kita belum punya nama, akan sulit rasanya buku kita jadi laku. Memang beberapa nama seperti Raditya Dika dan Andrea Hirata sudah melakukan itu, tapi mereka adalah sebagian kecil yang sukses walaupun tanpa nama ketika itu. Gue salut banget sama kedua penulis tadi, bahkan nama pertama jadi inspirasi gue untuk jadi manusia alay.
Sekarang, kita beralih ke sudut pandang lain, yaitu nulis untuk kebutuhan station televisi. Kalau ini, jelas motivasi nya adalah uang dan nama. Ada juga yang penting uangnya aja, nama mau masuk tipi atau nggak bodo amat. Intinya, nulis untuk station tv itu enak, lebih bisa menjamin kebutuhan sehari-hari, bahkan kalau sudah jadi kepercayaan PH dan nulis skenario sinetron misalnya, bisa tuh honornya untuk beli rumah atau beli stok mie instan selama dua tahun. Tapi, kita harus lebih dulu mencari koneksi orang PH yang terpercaya, jangan sampai ada pembajakan ide. Inilah sulitnya, terkadang kita sudah menilai orang itu baik, tapi ternyata di kemudian hari baru terbongkar kalau orang itu buruk. Kabar baiknya, setiap waktu tuh PH membutuhkan penulis. Contohnya, orang yang pengin nulis untuk FTV nggak pernah sepi, di facebook sama twitter gue selalu aja ada yang nanya gimana cara kirim tulisan ke PH. Masalah berikutnya adalah kalau kita benar-benar orang baru, akan kerasa banget betapa sulitnya tulisan kita di approve sama pihak televisi. Itulah kenapa banyak yang nyerah duluan. Bahkan ada kok orang yang ngirim 100 cerita FTV, baru di terima 1. Gue salut sama orang-orang yang kayak gitu. Nggak mudah nyerah dan selalu berpikiran positif adalah kunci masuk industri ini. Selain itu bagaimana kita menjalin hubungan sesama penulis dan orang PH nya juga penting karena sudah kodrat kita untuk jadi makhluk sosial, hehe... Makanya nih, gue baru ngerti sekarang, kok penulis skenario dan cerita di tv ini banyak yang nggak bikin buku ya? jawabannya jelas, motivasi di industri ini adalah uang, selain itu deadline juga ngebuat penulis skenario nggak punya cukup waktu untuk nulis buku. Kita jangan munafik, kita hidup butuh uang. Ngapain nulis buku banyak kalau pada nggak laku. Bahkan, satu honor penulis ide cerita ftv aja sudah setara dengan 100 eksemplar honor penulis buku. Penulis buku nunggu laku 100-an buku dulu untuk bisa nyaingin honor 1 ide cerita ftv. Bayangkan ketimpangan itu. Yaaa, tapi kan kalau itu motivasi nya uang, kalau motivasinya ingin berkarya dan menyalurkan idealisme kita ya nulis buku pilihan yang tepat soalnya di industri tv ini kita harus ngikut apa keinginan station tv dan PH.
Mau nulis untuk jadi buku maupun nulis untuk keperluan di station tv itu sama-sama membutuhkan waktu yang lama untuk di kenal. Tergantung motivasi kita nulis tuh untuk apa? Coba tanya di diri sendiri dulu. So, keduanya ada sisi positif dan negatifnya. Enak yang mana? Ya jelas, enakan makan cilok gratisan. Oke, sampai di sini dulu postingan ini gue tulis dengan menggunakan keyboard laptop. Mudah-mudahan bermanfaat. Ciao..
ijin share kakaa...
ReplyDeleteMonggooo... :D
DeleteKalau saya lebih baik nulis di blog...
ReplyDeleteKereeennn... :D
Deletekalo saya enakan tidur ka feb,,,fuzing nuliz mulu:D
ReplyDeletekak feby penulis skenario ftv ya ?
ReplyDeletelebih suka nulis buat station tv sich kak,
ReplyDeletesoalnya kita bisa ketemu dan belajar dari senior-senior favorit kita